Kamis, 22 Desember 2016

Atasi Kemacetan Jakarta dengan Virtual Office



Ilustrasi: dok. Andi Arsana
Ilustrasi: dok. Andi Arsana
JAKARTA memilih pemimpinnya pada 11 Juli 2012. Hajatan yang berlangung lima tahun sekali ini memang lebih ramai dibandingkan pemilihan kepala daerah lain di Indonesia. Tentu saja karena Jakarta adalah Ibu Kota yang dalam banyak kesempatan menjadi wajah Indonesia di mata dunia. Gubernur Jakarta menjadi penting tidak saja bagi rakyat Jakarta tetapi juga bagi rakyat Indonesia. Masyarakat ingin melihat wajah ibukota republik ini menawan dan layak mewakili negeri berpenduduk sekira 240 juta jiwa ini. Jakarta yang cantik adalah sebagian dari wajah cerah Indonesia. Oleh karena itulah, yang semestinya peduli dengan pergantian pemimpin dan terutama kemajuan Jakarta tidak saja mereka yang ber-KTP Jakarta, tetapi semua yang berkewarganegaraan Indonesia. Untuk alasan itulah tulisan ini dibuat sebagai sebuah sumbangan pemikiran.


 
Kemacetan lalu lintas adalah salah satu permasalahan yang dihadapi Jakarta sejak dulu. Mungkin tidak diperlukan statistik atau data ilmiah untuk meyakinkan orang akan fenomena ini. Penulis yang pernah tinggal dan bekerja di Jakarta hampir dua tahun memiliki pemahaman yang cukup tentang kemacetan Jakarta. Kunjungan penulis ke Jakarta sejak 2001 lebih dari sekali setiap tahunnya juga menegaskan pemahaman ini. Mereka yang tidak pernah ke Jakarta bisa memahami situasi ini dari pemberitaan media. Publikasi yang ditulis Florian Steinberg pada 2007, misalnya, menegaskan bahwa kemacetan adalah salah satu persoalan Jakarta (1). Tulisan lebih baru oleh Jatmiko, dkk juga mengamini perihal ini (2). Jika ditelusuri, ada sangat banyak tulisan terkait permasalahan ini dan semuanya menyepakati bahwa kemacetan adalah persoalan Jakarta.

 
Selain menegaskan adanya persoalan, sudah sangat banyak tawaran solusi untuk mengurai kemacetan Jakarta. Implementasi Busway oleh Transjakarta, misalnya, adalah salah satu solusi yang sudah diterapkan. Meskipun ada dampak positifnya, penerapan Busway ini rupanya belum bisa mengatasi persoalan kemacetan Jakarta secara tuntas. Solusi yang penulis tawarkan untuk mengatasi kemacetan Jakarta adalah dengan menerapkan kebijakan kantor maya atau virtual office melalui pemberdayaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Secara fisik, solusi ini memungkinkan karyawan untuk bekerja dari rumah. Hal yang membuat ide ini unik dan bisa diterapkan dengan relatif mudah adalah tidak adanya investasi tambahan.

 
Pemakaian Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
 

 
Meskipun termasuk kelompok ekonomi yang baru tumbuh (emerging economy) atau belum bisa dikatakan negara maju, pemakaian teknologi informasi dan komunikasi di Jakarta sebagai Ibu Kota Indonesia sudah menjadi keseharian. Networked Society City Index oleh Ericson misalnya menempatkan Indonesia pada urutan ke-17 dari kota-kota di dunia terkait pemakaian TIK (3). Sebuah laporan dari The Economist bahkan menegaskan perkembangan pemakaian piranti TIK seluler di Jakarta merupakan sebuah fenomena ekonomi yang menjanjikan. Dikatakan bahwa nilai bisnis dari pemakaian TIK seluler yang dipadu dengan minat terhadap media jejaring sosial ini bernilai sangat tinggi. Sebuah perusahaan TIK berlokasi di Singapura mencatat nilai USD2,8 miliar selama trimester pertama tahun 2010 (4).

 
Pengalaman penulis tinggal dan berkunjung ke beberapa kota lain seperti Sydney, Melbourne, New York, Heidelberg, Oslo dan beberapa kota lainnya menunjukkan bahwa pemakaian TIK di Jakarta tidak berada jauh di bawah kota-kota besar tersebut. Dalam beberapa hal, masyarakat Jakarta bahkan lebih familiar dengan perangkat TIK seluler dibandingkan masyarakat di Sydney misalnya.

 
Terkait aktivitas kantor, sangat umum dijumpai karyawan di sebuah kantor, negeri maupun swasta, yang menggunakan komputer untuk kepentingan pekerjaannya.  Saat penulis bekerja di PT Astra Otoparts, Tbk. pada 2001-2002, kantor bisa menyediakan satu komputer untuk satu orang, apa pun jenis tugas dan pekerjaannya. Masing-masing komputer itu terhubung dengan internet dengan kecepatan yang cukup tinggi. Interaksi penulis dengan kantor pemerintahan seperti Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Kelautan dan Perikanan juga menunjukkan hal serupa. Institusi pendidikan seperti universitas atau lembaga kursus tidak jauh berbeda. Hal ini juga terjadi pada kantor perbankan seperti Mandiri, BCA, BNI, Citi Bank dan sebagainya. Organisasi internasional seperti WHO, yang pernah penulis datangi, juga menunjukkan hal yang sama. Intinya, pemakaian TIK sudah sedemikian lumrah dan umum bagi orang yang tinggal atau bekerja di Jakarta.

 
Gagasan untuk Jakarta: Berkantor di Dunia Maya
 

 
Solusi untuk mengatasi kemacetan di Jakarta adalah dengan mengurangi aktivitas di jalan raya. Pengurangan aktivitas di jalan raya ini dilakukan dengan menekan kebutuhan untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Salah satu yang merupakan penyumbang terbesar aktivitas di jalan raya adalah mereka yang pergi ke dan pulang dari kantor setiap hari. Penduduk Jakarta pada siang hari bahkan bertambah secara signifikan hingga sekitar 30 persen akibat adanya arus perpindahan pekerja dari wilayah di luar Jakarta (5). Jika aktivitas di kantor bisa ditekan dan dipindahkan ke rumah masing-masing maka kemacetan akan berkurang dengan signifikan. Interaksi yang sebelumnya dilakukan dengan bertatap muka di kantor bisa dilakukan dengan bantuan internet. Inilah yang penulis sebut sebagai kantor maya atau virtual office.

 
Ide pemberdayaan TIK terkait pengelolaan kota, terutama terkait lalu lintas, sesungguhnya bukan sesuatu yang baru. Untuk Kota Jakarta, ide ini pernah disampaikan oleh Efendy Tambunan pada tahun 2007 (6). Meski demikian tulisan ini tidak secara rinci menjelaskan solusi terkait TIK yang ditawarkan. Ide lain ditulis oleh Endarnoto, dkk. pada 2011 (7). Hanya saja, tulisan ini tidak fokus pada solusi tetapi mengutamakan pada pembahasan pengumpulan dan penyajian informasi lalu lintas dan kemacetan Jakarta.

 
Secara umum, inti dari gagasan ini adalah mengurangi aktivitas kantor dan mengerjakan sebanyak mungkin pekerjaan kantor dari rumah. Bekerja dari rumah atau working from home merupakan sesuatu yang sangat umum diterapkan perusahaan besar di negara maju seperti misalnya IBM dan Telestra di Australia (8).  Mengingat sangat banyak aktivitas yang diselesaikan dengan komputer maka lokasi tidak menjadi persoalan karena bisa dikerjakan di mana saja sepanjang ada komputer dan listrik yang memadai. Untuk pekerjaan demikian, infrastruktur TIK rumah tangga sudah lebih dari cukup. Intinya perusahaan harus mengurangi aktivitas di kantor dan sebagai gantinya, karyawan bisa bekerja dari rumah. Hal ini akan mengakibatkan aktivitas di jalan menurun secara signifikan. Dengan demikian kemacetan bisa diatasi.

 
Komunikasi dan interaksi antarkaryawan di kantor dapat dilakuakn dengan TIK, dalam hal ini internet. Masing-masing karyawan diberikan deskripsi pekerjaan yang jelas dengan indikator pencapaian yang sistematis, terukur dan transparan. Indikator ini merupakan acuan utama karyawan dalam menyelesaikan tugasnya yang tidak tergantung lokasi. Sementara itu, komunikasi dilakukan dengan tata cara yang sederhana dan murah sehingga tidak membutuhkan investasi khusus oleh kantor maupun karyawan. Komunikasi ini menggunakan telekonferensi yang murah dengan memanfaatkan alat komunikasi yang tersedia di pasaran, bersifat gratis dan familiar bagi karyawan. Oleh karena itu tidak dibutuhkan pelatihan khusus dalam implementasi.

 
Untuk bisa menjalankan gagasan ini, yang utama adalah aturan main. Intinya, perusahaan menetapkan bahwa karyawan bisa bekerja dari rumah sepanjang indikator pencapaiannya terpenuhi. Perintah, evaluasi dan distribusi pekerjaan dilakukan dengan internet. Yang perlu dibahas secara detil adalah alat dan bahan yang dibutuhkan.
Karyawan memerlukan komputer yang memang sudah disediakan oleh kantor selama ini. Hal ini tentu saja memerlukan pengaturan tersendiri karena komputer tersebut tetap merupakan inventaris kantor. Selain itu diperlukan koneksi internet yang secara infrastruktur sudah tersedia di masing-masing rumah tangga. Langganan internet  ada yang hanya sekira Rp300 ribu per bulan. Dana ini bisa dikompensasi dengan uang transportasi yang sebelumnya dialokasikan bagi karyawan. Degan demikian, tidak ada investasi tambahan selain apa yang sudah dimiliki perusahaan saat ini.

 
Perangkat lain yang dibutuhkan adalah alat komunikasi seperti Skype, Yahoo Messenger, Google Hangout, atau Facebook. Ini digunakan untuk melakukan komunikasi jika diperlukan. Selain itu, diperlukan juga perangkat untuk melakukan pengendalian komputer jarak jauh, misalnya untuk presentasi. Yang murah dan handal adalah Team Viewer (9) atau perangkat lain yang bisa dipasang dengan mudah di komputer. Sementara untuk transfer berkas/file bisa dilakukan dengan email seperti yang sudah dilakukan selama ini.

 
Pembagian dan pengaturan tugas karyawan tentu tidak ada masalah karena hal seperti ini juga sudah biasa dilakukan ketika karyawan bekerja di kantor. Hal khusus yang baru adalah komunikasi interaktif yang tadinya dilakukan langsung, kini lewat internet. Meski demikian, hal ini tidak akan menyulitkan karena pada dasarnya setiap orang terbiasa melakukan percakapan lewat internet atau chatting. Penggunaan Skype, dan instant messenger lainnya juga sudah umum. Untuk interaksi antarindividu, tidak ada masalah karena ini persis seperti chatting biasa menggunakan perangkat yang disukai. Skype bahkan sudah memungkinkan interaksi audio visual dengan sangat baik antarindividu.

 
Untuk interaksi bersama, misalnya rapat atau presentasi yang perlu disaksikan orang banyak, Team Viewer bisa memberikan solusi. Dengan memasang Team Viewer di komputer masing-masing, seorang karyawan bisa mengadakan suatu rapat di dunia maya diikuti oleh banyak orang dengan mengakses meeting ID yang sudah disiapkan (10). Informasimeeting ID dan jadwal tentu saja bisa diumumkan lewat mailing list yang juga merupakan hal biasa.

 
Jika diperlukan presentasi oleh satu orang dan disimak oleh sekelompok orang di kantor atau di tempat lain, bisa dilakukan juga dengan Team Viewer. Misalnya si A berada di lokasi P dan akan peresentasi untuk sekelompok orang di lokasi Q. Sebuah komputer (sebut saja CQ) di lokasi Q bisa dipasangi Team Viewer dan terhubung ke internet serta ditayangkan dengan proyektor LCD. Si A bisa menyimpan bahan presentasinya di internet, lalu melakukan pengendalian terhadap CQ dari rumahnya. Si A bisa mengunduh file presentasinya ke komputer CQ yang dilakukan secara jarak jauh. Orang yang ada di Q akan melihat apa yang terjadi di layar karena komputer CQ terhubung ke layar lebar melalui proyektor LCD. Misalnya file presentasinya berupa power pointmaka si A bisa membuka presentasi tersebut dengan power point yang ada di CQ lalu menayangkannya. Segala visualisasi itu akan terlihat dengan jelas dan lancar oleh orang-orang di lokasi Q karena semua tanyangan dan animasi berjalan di komputer lokal (CQ) dan A hanya melakukan trigger dari rumahnya (11).  

 
Untuk kepentingan suara, A perlu berinteraksi dengan komputer CQ dengan Skype atau perangkat lainnya. Dengan demikian suara A akan terdengar di komputer CQ karena terhubung dengan Skype. Untuk peserta yang lebih banyak, komputer CQ bisa dilengkapi dengan pengeras suara. Dengan begini maka si A bisa menjelaskan dengan baik karena dia bisa melihat presentasinya yang dikendalikannya dari jarak jauh. Sementara itu sekelompok orang di lokasi Q akan memahami penjelasan itu karena bisa melihat visualisasi dan mendengar suara penjelasan A (lihat gambar 1).

 

 
Berikut adalah beberapa contoh kasus penerapan ICT untuk intraksi jarak jauh terkait aktivitas kantor, pengajaran dan presentasi.

 
Studi Kasus PT Buana Teknologi (BMT)
 

 
BMT adalah perusahaan TIK yang berkembang pesat dan merupakan pemilik merek dagang GudangVoucher.com. Dalam setahun terakhir BMT melakukan pengambangan dengan mendirikan perusahaan cabang di Yogyakarta. Interaksi antarkaryawan dilakukan dengan Skype dengan cara memasang satu webcam di kantor Jakarta dan di kantor Yogyakarta. Setiap hari semua karyawan di Yogyakarta bisa melihat aktivitas di kantor Jakarta dan sebaliknya karena webcam dipasang sehari penuh. Mereka bahkan bisa merayakan ulang tahun bersama dan ini positif bagi kedekatan antarkaryawan. Kantor yang terpisah kota dan bisa melakukan interaksi efektif ini merupakan contoh yang bisa diterapkan oleh perusahaan di Jakarta dengan karyawannya yang ada di rumah masing-masing. Pemantauan pekerjaan karwayan BMT dilakukan dengan Team Viewer. Gede Bhuana Mahartapa, direktur BMT, mengakui efektivitas model kerja seperti itu (12).

   

 
Penulis melakukan pengajaran jarak jauh dari Wollongong, Australia dengan metode seperti dijelaskan di atas untuk mahasiswa program studi S2 Teknik Industri ITS, Surabaya pada 5 Maret 2012. Dengan memanfaatkan perangkat yang sudah ada, penulis bisa melakukan pengajaran dengan lancar dan interaktif. Dari interaksi itu penulis merasakan pengalaman yang baru dan menarik serta terbukti bisa menimbulkan gairah pembelajaran pada mahasiswa. Kegiatan pembelajaran itu juga direkam dalam bentuk video dan terbukti interaksinya sangat efektif (lihat gambar 2).

 
Model kuliah jarak jauh ini bisa diterapkan ketika diperlukan adanya presentasi dari seorang karyawan terkait kegiatannya. Misalnya, seorang karyawan perlu mempresentasikan pekerjaannya kepada atasannya yang sifatnya satu lawan satu maka ini bisa dilakukan dengan sangat mudah bahkan lebih mudah dari kuliah yang penulis lakukan dengan Teknik Industri ITS. Karyawan cukup mengirimkan file presentasi kepada atasannya lalu atasannya membuka file itu. Karyawan lalu bisa mengendalikan komputer atasannya dari jauh lalu membuka presentasi itu dan penayangkannya. Suara bisa menggunakan Skype atau perangkat lainnya.

 
Studi Kasus Pemda Kabupaten Paser, Kalimantan Timur
 

 
Pada 23 Juni 2012 penulis diminta memberikan pelatihan untuk fasilitator Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Dengan perangkat laptop dan koneksi internet yang cukup, ternyata penulis bisa memberikan pelatihan dari Wollongong, Australia dan berlangsung sangat baik. Dengan metode yang sama dengan yang penulis lakukan di ITS, penulis bisa presentasi dengan sangat nyaman di hadapan peserta pelatihan. Menariknya, di sana digunakan dua perangkat komputer, satu untuk menayangkan presentasi, satu lagi untuk menayangkan video penulis yang terkoneksi dengan Skype. Peserta merasakan proses pembelajaran layaknya tatap muka. Sementara itu penulis sendiri merasakanan interaksi yang sangat baik dengan peserta seperti yang terlihat pada Gambar 3.  

 
Contoh studi kasus di Kabupaten Paser ini menguatkan keyakinan bahwa Jakarta bisa melakukannya dengan lebih baik karena secara infrastruktur ICT lebih baik. Jika Kabupaten Paser saja bisa melakukan, Jakarta tentu jauh lebih siap. Tanpa investasi tambahan apapun interaksi antarkaryawan dan presentasi bukanlah masalah besar.

 
Regulasi dan Pembentukan Kebiasaan
 

 
Gagasan untuk mengoptimalkan kantor maya ini harus datang dari perusahaan karena perusahaan yang lebih berkepentingan. Artinya, ide dan kesiapan ini harus datang dari kantor atau perusahaan atau instansi dengan melakukan pengaturan sedemikian rupa. Hal ini tentu akan menjadi lebih baik jika didukung oleh regulasi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah daerah bisa mengintervensi secara positif dengan membuat aturan sedemikian rupa agar pemberdayaan kantor maya ini menjadi kewajiban bagi sebuah institusi yang ada di Jakarta. Selain regulasi berupa peraturan daerah (perda) harus ada insentif, misalnya berupa pengurangan pajak, jika suatu instansi bersedia menyelenggarakan program kantor maya ini. Di sinilah pemerintah Jakarta memiliki peran penting. Selain itu, hal ini harus dipelopori oleh kantor gubernur sendiri dengan mengurangi aktivitas di kator, tentunya untuk aktivitas yang bisa dikerjakan secara jarak jauh.

 
Yang tidak kalah penting selain regulasi adalah pembentukan kebiasaan. Bekerja dan berinteraksi lewat dunia maya sesungguhnya sudah sangat sering dilakukan. Orang Indonesia menggunakan BlackBerry Messenger(BBM) setiap saat dan kebiasaan itu mungkin baru populer dalam sekira tujuh tahun belakangan. Orang Indonesia termasuk sangat cepat dalam hal beradaptasi dengan teknologi kemunikasi personal. BBM juga sudah digunakan dalam pekerjaan, seperti misalnya ketika para karyawan menerima perintah/penugasan dari atasannya. Hal ini juga bisa diterapkan untuk membentuk kebiasaan menggunakan TIK untuk pekerjaan. Chatting yang tadinya hanya untuk hal-hal pribadi yang sederhana kini bisa diarahkan untuk pekerjaan yang lebih serius. Pembiasaan ini harus dimulai dari atasan sehingga bisa ditiru oleh bawahannya yang memiliki otoritas lebih rendah/kecil. Seperti halnya ketika melatih orang menggunakan email, bisa dimulai dengan penugasan sehingga mau tidak mau karyawan melakukan interaksi dengan metode baru menggunakan TIK. Menugaskan setiap orang untuk melakukan pelaporan setiap pagi dengan webcam kepada bagian pengembangan sumber daya manusia (HRD) misalnya adalah salah satu cara yang bisa ditempuh. Tentu saja harus diatur sedekimian rupa agar tidak justru menambah beban bagi karyawan dan perusahaan.

 
Masa Transisi
 

 
Tentu saja tidak serta merta semua karyawan akan bisa disuruh bekerja di rumah secara serempak dalam waktu cepat. Perlu adanya pengelolaan yang baik agar masa transisi dapat dilewati dengan mulus. Langkah pertama adalah mengidentifikasi divisi yang paling mungkin untuk mengerjakan tugasnya dari rumah. Divisi ini kemudian diberikan prioritas, itu pun tidak untuk semua karyawan, tetapi bertahap. Langkah kedua adalah melakukan evaluasi berkala dalam masa transisi sehingga segala kelemahan dapat dipantau dan segera diatasi. Langkah ketiga adalah menerapkan masa berlaku secara parsial bagi seorang karyawan, misalnya dengan sistem dua minggu masuk kantor dan dua minggu bekerja dari rumah. Bisa juga dengan dua hari kerja di kantor dan tiga hari bekerja dari rumah dalam seminggu. Masa transisi ini perlu mendapat perhatian khusus dan dukungan yang penuh dari pihak manajemen perusahaan dengan melakukan pemantauan secara aktif. Kunjungan secara virtual kepada para karyawan akan berdampak bagus secara psikologis bagi karyawan. Dengan metode ini, seorang atasan yang tadinya tidak sempat mengunjungi karyawan di meja kerjanya bahkan bisa menjadi lebih dekat karena bisa memilih untuk mengunjungi siapa saja dan kapan saja dengan mudah.

 
Analisis SWOT
 

 
Kekuatan utama atau strength (S) dari gagasan kantor maya ini adalah sudah tersedianya fasilitas dan infrastruktur yang memadai di hampir semua institusi. Kelemahan atau weakness (W) dari gagasan ini adalah masih belum terbangunnya kebiasaan penggunaan ICT untuk komunikasi terkait pekerjaan. Selain itu, kebiasan untuk belajar hal baru yang cukup rumit termasuk rendah pada orang Indonesia. Meski demikian, hal ini bisa diatasi dengan pelatihan yang melibatkan rekan sejawat (peer) sehigga lebih efektif dibandingkan melakukan pelatihan terpusat yang tentunya akan lebih mahal dan rumit. Kesempatan atau opportunity (O) yang mendukung adalah sikap atau perilaku masyarakat Jakarta terkait pemakaian TIK yang sangat terbuka. Masyarakat Jakarta cukup mudah menerima pemakaian piranti TIK baru, terutama yang bersifat seluler. Ancaman atau threat (T) dari gagasan ini adalah melemahnya ikatan sosial antarkaryawan dalam perspektif tradisional. Meski demikian, interaksi di dunia maya kini bisa menggantikan interaksi dunia nyata dengan baik. Selain itu, pemahaman orang terhadap dunia nyata dan maya mungkin akan berubah karena kenyataannya kita menghabiskan lebih banyak waktu di internet dibandingkan di dunia “nyata” dewasa ini. Istilah “nyata” dan “maya” bisa saja bertukar.

 
Dengan memperhatikan kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman yang ada, ide optimalisasi kantor maya ini sangat layak dicoba untuk Jakarta. Bersama dengan usaha lain, kebijakan bekerja dari rumah ini bisa menjadi salah satu jalan keluar bagi macetnya Jakarta yang semakin parah.

 
Catatan Akhir dan Kesimpulan
 

 
Kemacetan adalah salah satu masalah Jakarta. Untuk mengatasi kemacetan, salah satu caranya adalah mengurangi aktivitas di jalan raya dengan cara menurunkan jumlah pemakai jalan. Hal ini bisa dilakukan dengan mengembangkan program kantor maya atau virtual officemelalui optimalisasi penggunaan TIK. Tulisan ini menawarkan pemanfaatan TIK yang selama ini memang sudah tersedia tanpa ada tambahan investasi sama sekali. Program ini menawarkan karyawan bekerja dari rumah dengan fasilitas komputer yang disediakan oleh kantor seperti yang sudah terjadi sekarang ini. Komunikasi antarkaryawan atau dengan atasan atau pihak lain bisa menggunakan telekonferensi murah dan mudah seperti yang dijelaskan dengan rinci sebelumnya. Penggunaan Skype dan Team Viewer untuk kepentingan ini disarankan karena sudah diuji oleh penulis.

 
Menerapkan kebijakan berkantor di dunia maya ini harus didukung oleh perusahaan dan pemerintah melalui aturan yang relevan. Selain itu, membangun kebiasaan adalah yang juga sagat penting. Gagasan ini mungkin tidak akan mengatasi persoalan kemacetan Jakarta secara total tetapi penulis meyakini akan bisa berkontribusi signifikan jika dikerjakan secara sinergis dengan program positif lainnya seperti pengaturan moda transportasi, parkir, dan harga bahan bakar minyak (BBM). Gagasan ini masih bersifat awal tetapi sudah melalui percobaan yang intensif dalam skala dan kondisi yang memadai. Ini diharapkan bisa menjadi suntikan pemikiran baru dalam melihat dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi Jakarta. Jakarta yang baik adalah wajah Indonesia yang cerah. Kenyamanan Jakarta diciptakan dan dinikmati tidak saja oleh orang Jakarta tetapi juga seluruh rakyat Indonesia yang peduli pada bangsanya.

 
I Made Andi Arsana
 
Dosen Teknik Geodesi UGM, Yogyakarta.
 
Saat ini sedang menyelesaikan pendidikan S3 di University of Wollongong, Australia,
dengan Australian Leadership Award Scholarship.
 

 
 Judul asli tulisan ini adalah “Berkantor di Dunia Maya: Mengatasi Kemacetan Jakarta dengan Kebijakan Bekerja dari Rumah”. Tulisan ini memenangkan lomba penulisan esai “Solusi untuk Jakarta” yang diadakan Komunitas Masyarakat Indonesia di Belanda dalam rangka menyambut Pemilukada Jakarta 2012. Informasi lengkap tentang lomba ini bisa dilihat di: http://goo.gl/iodPW

 
Catatan kaki:
 
1. Steinberg, F. 2007. Jakarta: Environmental Problems and Sustainability,Asian Development Bank (ADB), Manila.
2.  Jatmiko, dkk. 2009. Distributed Traffic Control with Swarm-self Organizing Map in Jakarta: Simulation and Measurement. International Symposium on Micro-NanoMechatronics and Human Science.
3. Lihat, Ericson Networked Society City Index. Diakses dari tanggal 20 Juni 2012
4. Digital economy rankings 2010: Beyond e-readiness - A report from the Economist Intelligence Unit. Diakses dari tanggal 30 Juni 2012
5. Gubernur Jakarta, Fauzi Bowo, menyampaikan penduduk Jakarta pada tahun 2010 sekira 9,6 juta pada malam hari dan siangnya bisa mencapai 12 juta. Lihat: Foke: Siang hari penduduk Jakarta capai 12 juta. Diakeses dari tanggal 30 Juni 2012
6. Tambunan, E. 2007. Reducing Emissions of Vehicles in Jakarta by Infrastructure Approach, Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 17, No. 4, November 2007.
7. Endarnoto, dkk. 2011. Traffic Condition Information Extraction & Visualization from Social Media Twitter for Android Mobile Application,International Conference on Electrical Engineering and Informatics (ICEEI).
8. Penulis memiliki teman baik yang bekerja di IBM dan Telestra Sydney, Australia.
9.  Lihat: www.teamviewer.com
 
10 Ketentuan teknis penggunaan Team Viwer untuk rapat dan kuliah jarak jauh bisa dilihat di Arsana, I M. A. 2012. Distance does not matter: Kuliah jarak jauh yang murah dan efektif, Kampus Okezone. Diakses daritanggal 30 Juni 2012
11 LIhat catatan kaki nomor 10
 
12. Komunikasi pribadi dengan penulis.
 
13. Video kuliah bisa dilihat di https://www.youtube.com/watch?v=FrE2KjLHRdY dan http://www.youtube.com/watch?v=hCelXM63eKw

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar